1950
Lurik Prasojo, nama yang kini menggema sebagai salah satu produsen kain tradisional khas Indonesia yang paling terkenal, memiliki akar yang kuat di Pedan, Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Namun, seperti banyak kisah sukses, perjalanan Lurik Prasojo tidak selalu mulus. Kisah ini dimulai pada tahun 1948 ketika seorang pria bernama Bapak Soemo Hartono memutuskan untuk memulai bisnis Lurik dengan hanya tiga alat tenun bukan mesin.

Alat Tenun Bukan Mesin milik Lurik Prasojo
Lurik, sejatinya, adalah lebih dari sekadar kain. Tentunya selalu berusaha menjadi kain lurik terbaik di massanya, Lurik tersebut mengandung makna dalam pola dan warnanya, mencerminkan budaya dan kekayaan Indonesia.
1960-an
Bisnis Lurik Prasojo tumbuh secara perlahan hingga tahun 1961 ketika Bapak Soemo Hartono membuat keputusan berani untuk mengembangkan perusahaannya. Ia menjual mobil kesayangannya untuk membeli mesin tekstil Suzuki Yamada dari Jepang. Pada masa itu, listrik belum ada di Pedan, tempat berdirinya Lurik Prasojo. Mesin berharga tinggi itu harus dititipkan di Kota Solo, di mana ada akses listrik, sehingga produksi bisa berjalan.
Namun, Bapak Soemo Hartono tidak hanya berhenti pada upaya mengembangkan bisnisnya. Ia juga berjuang untuk membawa listrik ke Pedan, mengajukan permohonan agar daerahnya mendapatkan pasokan listrik pada tahun 1965. Inisiatif ini tidak hanya meningkatkan ekonomi desa, tetapi juga membawa perubahan besar dalam kehidupan sehari-hari warga Pedan.
1970-an
Tidak seperti banyak produsen lurik lainnya yang meredup pada era 1970-an, Lurik Prasojo dan Bapa Soemo Hartono tidak menyerah. Mereka, bersama anaknya Wahyu Suseno, terus berusaha berinovsi. Mereka memahami pentingnya mengikuti perkembangan zaman. Lurik Prasojo memperkenalkan motif-motif yang unik, dan pada saat itu, mereka menjadi pelopor Lurik Ikat, sebuah inovasi yang memunculkan kain yang belum pernah ada sebelumnya.
1990-an

Muhammad Ismail, Gubernur Jawa Tengah 1983-1993
Pada tahun 1990-an, Lurik Prasojo mulai bangkit kembali. Lurik tidak hanya diminati oleh kalangan menengah ke bawah, tetapi juga oleh kalangan atas. Bahkan, Gubernur Jawa Tengah saat itu, Bapak Muhammad Ismail, meresmikan penggunaan pakaian adat Lurik bagi seluruh PNS di provinsi tersebut. Dari sini, Lurik tidak hanya menjadi simbol budaya Jawa, tetapi juga sebuah warisan nasional yang diakui oleh seluruh Indonesia.
2006

Maharani S.
Pada tahun 2006, Lurik Prasojo diwariskan kepada menantu Bapak Wahyu Suseno, yaitu Ibu Maharani. Di bawah kepemimpinan baru ini, Lurik Prasojo semakin dikenal luas di seluruh negeri. Motif-motifnya berkembang dengan pesat, dan perusahaan ini mulai mengeluarkan produk fashion berbasis lurik. Produk-produk ini mendapat sambutan luar biasa, dan Lurik Prasojo bahkan tampil dalam berbagai acara fashion internasional seperti London Fashion Show, Canada Fashion Show, dan Japan Fashion Show.